Jabaran.id – Seorang mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) berinisial SSS resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dalam kasus pembuatan dan penyebaran meme yang menampilkan Presiden ke-7 RI Joko Widodo dan Presiden RI Prabowo Subianto. Penetapan tersangka ini dilakukan setelah polisi menerima laporan mengenai konten yang diduga mengandung unsur penghinaan terhadap kedua pemimpin negara tersebut.
Kombes Erdi A Chaniago, Kabag Penum Humas Polri, mengonfirmasi bahwa SSS saat ini telah ditahan di Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.
“Sudah, [SSS] ditahan di Bareskrim,” ujar Erdi dalam keterangan resminya.
Kasus ini sedang dalam tahap penyelidikan lebih lanjut dengan penerapan Pasal 45 ayat (1) Jo Pasal 27 ayat (1) dan/atau Pasal 51 ayat (1) jo Pasal 35 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Meme yang menjadi sorotan tersebut menampilkan gambar Presiden Joko Widodo dan Presiden Prabowo Subianto dalam pose yang dianggap tidak pantas. Konten ini kemudian menyebar di berbagai platform media sosial dan memicu reaksi beragam dari masyarakat.
Menanggapi kasus ini, Kantor Komunikasi Presiden (Presidential Communication Office) menyampaikan sikap resmi pemerintah. Hasan Nasbi, Kepala Kantor Komunikasi Presiden, menyatakan bahwa pemerintah menyerahkan sepenuhnya proses hukum kepada kepolisian jika memang terbukti ada tindak pidana. Namun, Hasan juga menyampaikan pandangan mengenai pentingnya pendekatan yang lebih mendidik bagi generasi muda.
“Tapi kalau dari pemerintah, itu kalau anak muda ada semangat-semangat yang terlanjur, mungkin lebih baik dibina ya,” kata Hasan di kawasan Jakarta Pusat, Sabtu (10/5).
Pernyataan ini menunjukkan sikap pemerintah yang tetap mengedepankan aspek edukasi dalam menyikapi ekspresi generasi muda di ruang publik.
Hasan Nasbi juga mengakui bahwa kritik dan ekspresi masyarakat di ruang publik merupakan hal yang sah dalam konteks demokrasi. Ia menegaskan bahwa Presiden Prabowo selama masa jabatannya tidak pernah membawa kritik atau pernyataan rakyat ke ranah hukum.
“Presiden tidak mengadukan apa-apa, walau kita menyayangkan ya, karena ruang ekspresi itu kan harus diisi dengan hal-hal yang bertanggung jawab. Bukan dengan hal-hal yang menjurus pada penghinaan atau kebencian,” jelas Hasan.
Kasus ini kembali mengingatkan publik tentang batasan kebebasan berekspresi di ruang digital, khususnya dalam konteks UU ITE yang kerap menjadi landasan hukum untuk kasus-kasus serupa. Di sisi lain, muncul diskusi mengenai perlunya pemahaman yang lebih mendalam tentang etika bermedia sosial, terutama di kalangan generasi muda.
Perkembangan kasus ini akan terus dipantau, termasuk proses hukum yang akan dijalani oleh SSS sebagai tersangka. Masyarakat pun diharapkan dapat mengambil pelajaran penting tentang tanggung jawab dalam menggunakan media sosial, sambil tetap menghormati prinsip-prinsip demokrasi dan kebebasan berekspresi yang bertanggung jawab. (*)
