Jabaran.id – Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Barat mengumumkan penetapan sebelas orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan provokasi dan penyebaran konten penghasut terkait demonstrasi di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Barat yang terjadi pada Senin, 1 September 2025. Kesebelas orang tersebut diduga kuat menjadi dalang dalam menyebarkan ujaran kebencian, ajakan permusuhan, serta tutorial pembuatan bahan peledak melalui berbagai platform media sosial.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jawa Barat, Komisaris Besar Hendra Rochmawan, menyampaikan bahwa pihaknya telah melakukan penyelidikan mendalam terhadap peran masing-masing tersangka dalam menginisiasi dan memperkeruh situasi unjuk rasa.
“Mereka aktif menyebarkan konten provokatif yang berisi ajakan permusuhan, penghinaan, hingga informasi yang tidak benar,” jelas Hendra, Jumat 5 September 2025.
Hendra merinci bahwa materi provokatif disebarluaskan melalui platform Instagram, Facebook, dan berbagai grup WhatsApp. Tidak hanya itu, beberapa tersangka juga melakukan siaran langsung yang berisi seruan-seruan yang dinilai menghasut dan mendorong kekerasan. Beberapa unggahan yang berhasil diidentifikasi polisi memuat narasi seperti “sebotol intisari buat kalian aparat anjing” dan “peluru karet polisi bangsat”.
Selain menyebarkan ujaran kebencian, beberapa tersangka juga diduga memberikan panduan lengkap mengenai cara membuat bom molotov yang rencananya akan digunakan dalam aksi unjuk rasa.
“Beberapa dari mereka bertugas membuat molotov, merekam proses pembuatannya dalam bentuk video, dan kemudian menyebarkannya secara luas ke publik,” tambah Hendra.
Barang bukti yang berhasil diamankan dari para tersangka antara lain sebelas unit telepon seluler berbagai merek, empat buah bom molotov, satu bom gas portabel, sejumlah kembang api, bendera dengan simbol tertentu, serta sejumlah akun media sosial yang aktif digunakan untuk menyebarkan konten provokatif.
Para tersangka dijerat dengan beberapa pasal berlapis, yaitu Pasal 45A Ayat (2) juncto Pasal 28 Ayat (2) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, Pasal 170 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang penganiayaan dengan rencana sebelumnya, Pasal 406 KUHP tentang perusakan barang, serta Pasal 66 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara.
Demonstrasi yang terjadi pada 1 September 2025 tersebut diikuti oleh berbagai elemen, termasuk mahasiswa, pengemudi ojek online, pelajar, dan masyarakat umum. Aksi dimulai sekitar pukul 14.00 WIB dan berlangsung hingga petang. Pada pukul 18.22 WIB, kepolisian melakukan pembubaran paksa terhadap kerumunan massa. Akibatnya, massa tercerai-berai ke berbagai arah, termasuk ke Jalan Dago dan Sulanjana di Kota Bandung, sementara sebagian lainnya meninggalkan lokasi menuju arah timur.
Hendra Rochmawan menegaskan bahwa kasus ini harus menjadi perhatian bersama bagi masyarakat mengenai batasan kebebasan berekspresi.
“Kebebasan berekspresi harus tetap dilakukan dalam koridor hukum yang berlaku. Kami mengimbau masyarakat untuk lebih bijak dalam menggunakan media sosial dan tidak mudah terpancing oleh konten-konten yang provokatif,” pungkasnya. (*)
