Jabaran.id – Gonta-ganti warna rambut telah menjadi tren populer sebagai salah satu cara untuk mengekspresikan diri dan tampil berbeda. Namun, di balik popularitasnya, praktik mewarnai rambut menyimpan potensi dampak kesehatan yang serius, termasuk peningkatan risiko penyakit kanker, dengan kanker payudara sebagai salah satu yang paling banyak dikaitkan dalam berbagai penelitian ilmiah.
Ahli onkologi radiasi, Chirag Shah, MD, mengungkapkan kompleksitas komposisi kimia di balik produk pewarna rambut. Menurut penjelasannya, dalam cat rambut terdapat lebih dari 5.000 bahan kimia yang berfungsi untuk membuat pewarna dapat bekerja dengan efektif. Di antara ribuan zat tersebut, terdapat kandungan karsinogen, yaitu senyawa yang diketahui dapat memicu perkembangan sel kanker.
Dr. Shah memaparkan bahwa bahan kimia ini memiliki kemampuan untuk mengganggu keseimbangan dan fungsi hormon dalam tubuh, yang pada akhirnya dapat berkontribusi pada peningkatan risiko kanker. Beberapa senyawa kimia spesifik yang perlu diwaspadai antara lain amina aromatik, 3-amino-4-metoksianilin, 2-nitro-4-aminoanilin, dan 3-nitro-4-hidroksianilin.
Jenis pewarna rambut permanen, yang saat ini mendominasi sekitar 80 persen pangsa pasar, umumnya mengandung konsentrasi bahan kimia yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan varian semi-permanen atau pewarna sementara. Selain itu, produk pewarna dengan warna lebih gelap juga seringkali memiliki tingkat konsentrasi bahan kimia dan senyawa karsinogen yang lebih besar.
Aspek yang paling mengkhawatirkan adalah metode aplikasi pewarna yang langsung bersentuhan dengan kulit kepala. Kontak langsung ini memungkinkan bahan-bahan kimia terserap oleh tubuh, yang menjadi alasan utama mengapa begitu banyak penelitian difokuskan untuk mengkaji hubungan antara pewarnaan rambut dan penyakit kanker.
Secara keseluruhan, Badan Internasional untuk Penelitian Kanker (IARC) di bawah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menetapkan status bahwa penggunaan pewarna rambut untuk keperluan pribadi “tidak dapat diklasifikasikan berdasarkan karsinogenisitasnya terhadap manusia.”
Namun, penting untuk dicatat bahwa IARC menemukan adanya peningkatan risiko kesehatan yang signifikan bagi para penata rambut atau tukang cukur yang mengalami paparan berulang dan jangka panjang terhadap produk pewarna rambut. Oleh karena itu, badan tersebut memasukkan paparan occupational atau paparan di tempat kerja sebagai “kemungkinan karsinogenik.”
Kaitan antara pewarna rambut dan kanker payudara muncul lebih kuat dibandingkan dengan jenis kanker lainnya. Sebuah studi berskala besar yang dilakukan oleh National Institutes of Health pada tahun 2019 secara khusus meneliti hubungan antara kanker payudara dengan penggunaan pewarna rambut dan pelurus rambut berbahan kimia.
Studi yang melibatkan lebih dari 45.000 partisipan perempuan ini mengungkap bahwa individu yang menggunakan pewarna rambut permanen secara teratur memiliki risiko lebih tinggi untuk mengidap kanker payudara dibandingkan dengan mereka yang tidak pernah menggunakannya.
Temuan studi tersebut juga mengungkap disparitas risiko berdasarkan ras. Perempuan kulit hitam menunjukkan kerentanan yang lebih tinggi dengan peningkatan risiko sebesar 45 persen, sementara pada perempuan kulit putih peningkatannya tercatat sebesar 7 persen.
Penelitian lebih lanjut mengindikasikan bahwa pewarna rambut semi-permanen juga dapat mempengaruhi risiko kanker payudara, meskipun hasil studi mengenai hal ini masih menunjukkan variasi. Walaupun pewarna semi-permanen tidak dikaitkan dengan peningkatan risiko secara keseluruhan, mereka yang mengaplikasikannya secara mandiri tanpa bantuan penata rambut profesional menunjukkan hubungan dengan peningkatan risiko kanker payudara.
Selain pewarna, produk pelurus rambut kimia atau catokan juga turut menjadi perhatian. Studi yang sama menemukan adanya peningkatan risiko kanker payudara terkait penggunaan produk ini, yang beberapa di antaranya mengandung formaldehida, sebuah karsinogen yang telah diakui.
Penggunaan catokan rambut dalam kurun 12 bulan sebelum pendaftaran dalam penelitian dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker payudara sebesar 18 persen. Frekuensi penggunaan yang lebih tinggi juga berkorelasi dengan peningkatan risiko, dimana partisipan yang menggunakan catokan rambut setiap lima hingga delapan minggu menunjukkan peningkatan risiko hingga 31 persen. (*)
