Jabaran.id,- Bandung, DPRD Kota Bandung saat ini tengah membahas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Penyediaan, Penyerahan, dan Pengelolaan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum (PSU) Perumahan. Raperda ini dibahas oleh Panitia Khusus (Pansus) 7 dan ditujukan untuk mengganti Perda PSU sebelumnya yang telah berlaku sejak tahun 2019.
Menurut Anggota Pansus 7 DPRD Kota Bandung, Oelan Muhammad Ulan Surlan, S.Tr., Akun., Raperda ini bukan sekadar revisi, melainkan merupakan pembentukan aturan baru yang menggantikan sepenuhnya peraturan sebelumnya. Hal ini dilakukan karena lebih dari separuh isi Perda lama dinilai sudah tidak lagi relevan dengan perkembangan dan kebutuhan saat ini.
“Perda PSU sudah ada sejak 2019, tetapi karena banyak hal yang kurang sesuai dengan kondisi saat ini, hampir 50 persen substansinya harus diubah. Maka ini bukan revisi, melainkan penggantian total terhadap Perda lama,” ujarnya.
Poin krusial dalam pembahasan Raperda ini adalah penyerahan aset PSU dari pengembang kepada Pemerintah Kota Bandung. Dalam aturan baru yang tengah dibahas, diatur bahwa pengembang perumahan wajib menyerahkan 30 persen dari total luas lahan yang dimilikinya untuk PSU.
“Angka 30 persen ini disesuaikan dengan kondisi riil saat ini. Kita tahu bahwa lahan makin terbatas dan harga tanah pun semakin mahal. Maka aturan ini mencoba mencari titik temu antara kepentingan publik dan kelayakan ekonomi pengembang,” jelas Ulan.
PSU yang dimaksud meliputi berbagai fasilitas umum seperti drainase, taman, ruang terbuka hijau, jalan lingkungan, dan fasilitas publik lainnya yang seharusnya menjadi hak masyarakat penghuni perumahan.
Lebih lanjut, Ulan menegaskan bahwa Perda ini tidak akan berlaku surut. Namun, bagi pengembang yang telah menyelesaikan pembangunan tetapi belum menyerahkan PSU, aturan teknisnya akan tetap diatur secara jelas dalam beleid baru ini.
“Perda ini bukan hanya soal aturan, tapi konteksnya adalah kebermanfaatan. Di dalamnya ada jaminan kepastian hukum, ada penegakan aturan, dan ada pengawasan. Ini demi perlindungan hak masyarakat,” tegasnya.
Ulan juga menyampaikan kekhawatiran apabila PSU tidak diserahkan oleh pengembang, maka yang paling dirugikan adalah masyarakat itu sendiri.
“Jika pengembang tidak menyerahkan drainase misalnya, maka masyarakat bisa terdampak banjir atau gangguan sanitasi. Padahal itu hak dasar warga,” tambahnya.
Ia mengakui bahwa masih banyak pengembang di Kota Bandung yang belum menyerahkan PSU sesuai ketentuan. Bahkan, ada yang belum memahami mekanisme penyerahan aset tersebut.
“Sebelumnya sudah diatur bahwa pengembang wajib menyerahkan PSU. Namun pada praktiknya, masih ada yang belum menyerahkan, atau bahkan belum tahu bagaimana caranya. Ini menunjukkan masih lemahnya pengawasan dan sosialisasi,” kata Ulan.
Proses perizinan yang ideal, jelasnya, dimulai dari pengajuan permohonan izin oleh pengembang, yang kemudian ditindaklanjuti oleh dinas terkait untuk menilai kesesuaian dengan tata ruang kota. Setelah siteplan disetujui dan izin pembangunan keluar, kewajiban penyediaan dan penyerahan PSU seharusnya langsung dimulai.
Raperda ini juga akan memuat ketentuan sanksi bagi pengembang yang melanggar aturan, termasuk sanksi administratif hingga denda. Ketentuan lebih detailnya akan diatur dalam Peraturan Wali Kota (Perwal) sebagai aturan turunan dari Perda.
“Sanksi administratif dan denda sudah dibahas. Teknis pelaksanaannya nanti akan diatur lebih detail dalam Perwal,” jelasnya.
Ditargetkan, pembahasan Raperda ini bisa rampung dan ditetapkan sebagai Perda dalam waktu dekat, setidaknya pada akhir bulan ini. DPRD Kota Bandung berharap aturan ini bisa menjadi solusi terhadap berbagai persoalan PSU yang selama ini muncul di lapangan.
“Kami berharap pengembang ke depan bisa lebih taat terhadap regulasi. Masyarakat juga harus tahu bahwa PSU itu hak mereka. Maka penyerahan aset dari pengembang ke Pemkot harus dilakukan secara transparan dan tertib,” pungkas Ulan.
Dengan adanya Raperda ini, DPRD Kota Bandung ingin memastikan adanya keseimbangan antara kewajiban pengembang dan hak masyarakat. Penataan kawasan perumahan yang baik tidak hanya berbicara soal bangunan, tetapi juga soal akses publik, fasilitas umum, dan keberlanjutan lingkungan (*)