HomePolitikKepastian Pemilu Vs Peradilan Pemilu

Kepastian Pemilu Vs Peradilan Pemilu

Oleh : E. Suharyono

Pemerhati hukum dan Sosial

 

Jabaran.id – Sandaran konstitusional KPU sebagaimana diatur dalam pasal 22 E ayat 5 yang menyatakan “pemilihan umum (pemilu) diselenggarakan oleh komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap dan mandiri”. Dalam hal sifat KPU yang “mandiri”, diperjelas oleh Prof.Muhammad (Ketua DKPP masa bhakti 2017-2022 yang menyatakan “Harga diri penyelenggara itu ada pada kemandiriannya. Kehormatan penyelenggara itu bagaimana dia memastikan bekerja tidak di bawah intervensi partai politik, paslon, atau kekuasan-kekuasaan yang lain,” (10/11/2020, dkpp.go.id).

Karenanya sudah menjadi terang benderang bahwa penyelenggara pemilu harus berjalan tegak lurus dengan konstitusi memiliki kemandirian dari intervensi politik, intervensi pasangan calon (dalam pemilihan kepala daerah) atau calon legislatif, intervensi dari kekuasaan-kekuasaan lainya yang pada akhirnya akan mengganggu kelancaran proses pemilihan umum.

Ujian kemandrian KPU itu diuji awal tahun 2023, tepatnya dengan dikabulkanya gugatan Partai Prima oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan nomor 757/Pdt.G/2002PN.JKT.Pst tanggal 2 Maret 2023 dimana dalam salah satu putusanya menyatakan “ menghukum tergugat (KPU) untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemililihan UMUM dan awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan tujuh hari” dapat dikategorikan bentuk dari “intervensi kekuasaan lainya” karena berpotensi mengganggu kepastian pelaksanaan tahapan pemilu yang telah ditetapkan. Sontak saja,hal ini menimbulkan kegaduhan kepemiluan, karena dengan terbitnya putusan Pengadilan Negeri Jakarta yang memerintahkan menunda proses tahapan pemilu selama 2 tahun 4 bulan 7 hari seolah menjustifikasil kebenaran desas desus yang sempat beredar bahwa pemilu akan diundur. Menghadapi putusan utusan PN Jakarta Pusat tersebut, KPU secara konsisten menunjukkan kemandirian-nya untuk tetap memperjuangkan tahapan pemilu 2024 yaang tertuang dalam Peraturan KPU no.3 tahun 2022 dengan mengajukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tnggi Jakarta.

Akhirnya kepastian pelaksanaan pemilu 2024 itu terbi pada tanggal 11 April 2023 melalui putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang mengabulkan permohonan banding KPU dan membatalkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta dengan pertimbangan kompetensi absolut.

Peristiwa gugatan Partai Prima telah mengguncang dunia kepemiluan, bahkan seolah memberikan ketidak pastian pelaksaan pemilu. Jika seandainya Pengadilan Tinggi Jakarta menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta, maka pelaksanaan pemilu tidak dapat dilaksanakan tahun 2024. Dengan demikian secara perspektif yuridis kewenangan KPU sebagai penyelengara Pemilu dapat setiap saat dibatalkan oleh kekuasaan lainya.

Hak Konstitusional KPU menjaga Kepastian Pemilu

Sebagaimana telah disampaikan diatas bahwa kedudukan KPU sangat kuat karena dikehendaki oleh konstitusi sebagaimana diatur dalam Pasal 22 E ayat 5 UUD NRI 1945. Tentunya langkah antisipasi pun harus dirumuskan untuk menjaga hak konstitusional KPU, Karenanya secara internal KPU harus berdiri secara kokoh dan solid dengan melakukan koordinasi dan sinkronisasi dengan lembagg-lembaga lain yang beririsan dengan kepemiluan.

Koordinasi dan sinkronisasi tersebut dalam rangka memberikan kepastian peaksanaan tahapan pemilu yang sudah ditetapkan KPU. Karenanya setiap sengketa pemilu baik pidana, perdata maupun tata usaha negara dapat ditangani dalam kurun waktu tahapan Pemilu. Dengan adanya perspektif yang sama antar lembaga kekuasaan dalam penanganan sengketa pemilu maka kepastian pelaksanaan Pemilu menjadi sebuah keniscayaan.

Integrasi Penanganan Sengketa Pemilu

Penanganan sengketa pemilu secara terintegrasi merupakan upaya menjada kepastian pelaksanaan pemilu yang jujur dan adil. Penanganan secara terpadu idealnya merupakan penanganan sengketa proses pemilu tidak hanya dari tidak pidana pemilu, tetapi dari aspek perdata dan tata usaha negara yang beririsan dengan kepemiluan.

Tindak pidana pemilu berdasartakan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu ada 12 jenia antara lain ;

  1. Dilarang memberikan keterangan tidak benar dalam pengisian data diri daftar pemilih, (pasal 488)
  2. Kepala desa dilarang yang melakukan tindakan menguntungkan atau merugikan perserta pemilu (pasal 490),
  3. Setiap orang dilarang mengacaukan, menghalangi atau mengganggu jalannya kampanye pemilu (pasal 491),
  4. Setiap orang dilarang melakukan kampanye pemilu di luar jadwal yang telah ditetapkan KPU (pasal 492),
  5. Pelaksana kampanye pemilu dilarang melakukan pelanggaran larangan kampanye (pasal 493)
  6. Dilarang memberikan keterangan tidak benar dalam laporan dana kampanye pemilu (pasal 496,497),
  7. Majikan yang tidak membolehkan pekerjanya untuk memilih (498)
  8. Dilarang menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya (pasal 510),
  9. Orang yang baik ancaman, baik kekerasan atau kekuasaan yang ada padanya menghalangi seseorang untuk terdaftar sebagai Pemilih dalam Pemilu(pasal 511)
  10. Dilarang menetapkan jumlah surat suara yang dicetak melebihi jumlah yang ditentukan (514),
  11. Dilarang menjanjikan atau memberikan uang kepada Pemilih (515),
  12. Dilarang memberikan suaranya lebih dari satu kali (pasal 516)

Saat ini untuk melakukan penanganan tindak pidana pemilu telah mendapat respon Mahkamah Agung yang cepat dimana penanganan dilakukan 1x 24 jam sejak diajukan oleh Bawaslu. Hal tersebut diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2018 tentang Tata Cara Penyelesaian Tindak Pidana Pemilihan dan Pemilihan Umum.

Terkait dengan tindak pidana pemilu ini, Pasal 2 huruf b Perma 1/2018 mengatur bahwa pengadilan negeri dan pengadilan tinggi berwenang memeriksa, mengadili dan memutus tindak pidana pemilu yang timbul karena laporan dugaan tindak pidana pemilu yang diteruskan oleh Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota dan/atau Panwaslu Kecamatan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia paling lama 1 x 24 jam (satu kali dua puluh empat jam), sejak Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota dan/atau Panwaslu Kecamatan menyatakan bahwa perbuatan atau tindakan yang diduga merupakan tindak pidana pemilu.

Sementara sengketa proses pemilu perdata dan tata usaha negara belum terintegrasi dalam penanganan sengketa proses pemilu. Dengan adanya putusan banding dari Pengadilan Tinggi, diharapkan menjadi landasan pembentukan hukum baru yaitu perkara perbuatan melawan hukum perdata diatur hanya sampai tingkat Pengadilan Tinggi.

Lembaga penanganan sengketa pemilu yang memiliki tugas mengadili sengketa proses pemilu sebagai suatu lembaga peradilan yang menangani perkara pidana pemilu, perdata pemilu dan tata usaha pemilu.

Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2018 tentang Tata Cara Penyelesaian Tindak Pidana Pemilihan dan Pemilihan Umum telah menginspirasi dan memungkinak perlakuan yang sama untuk Perkara Perdata Pemilu dan Sengketa Tata Usaha Pemilu. Secara operasional penanganan sengketa pemilu dapat berupa penegakan hukum yang terintegrasi atau sebuah peradilan yang sifatnya ad hoc.

Tentunya tulisan ini tidak lain dalam rangka memperkuat hak konstitusional KPU, memperkaya khazanah paradigma kepastian pelaksanaan pemilu yang konsisten dan dan kelangsungan kepemimpinan masa depan bangsa dan negara. (*)

Bekasi, 22 Juni 2023

TERBARU

spot_img
spot_img

POPULER

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here