Jabaran.id – Kementerian Kebudayaan berkomitmen menjadikan ekosistem musik sebagai penggerak ekonomi yang berkelanjutan. Hal ini tertuang dalam diskusi panel ketiga Konferensi Musik Indonesia atau KMI 2025 dengan topik “Musik sebagai Ekonomi Kekuatan Baru” di Hotel Sultan, Jakarta.
Dihadiri lebih dari 300 peserta, diskusi ini menjadi salah satu bahasan menarik karena membahas musik sebagai salah satu corong pemasukan negara dalam industri kreatif.
Bertindak sebagai moderator, Chief Marketing Officer Mad Haus Group, Dimaz Joey, sampaikan bahwa sesi yang berlangsung pada sore hari ini membahas potensi musik sebagai ekosistem ekonomi.
“Maka hari ini, di Konferensi Musik Indonesia 2025, kita tidak lagi hanya bicara potensi. Tapi, bagaimana potensi itu bisa direalisasikan melalui kebijakan yang adil, insentif yang berpihak,” ucapnya.
Timon Pieter, Penyuluh Ahli Madya Direktorat Jenderal Pajak, sampaikan kontribusi musisi melalui karya dan pajak merupakan hal yang sangat penting, karena pajak adalah penopang bagi pertumbuhan industri musik.
“Pajak yang didapat dari para musisi lewat karya-karyanya ini adalah penopang bagi pertumbuhan industri musik karena akan kembali dalam bentuk panggung, dana pendidikan, dan infrastruktur budaya. Musik menyambungkan perasaan, dan pajak menyambungkan cita-cita,” tegasnya.
Senada dengan Timon Pieter, Mohammad Dian Revindo dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI, sampaikan peluang ekonomi musik di Indonesia yang sangat besar.
“Multiplayer effect dapat terjadi jika ekosistemnya dapat dikoordinasikan dengan baik dari hulu ke hilir, dan juga demand-nya mendukung dan saling menghargai. Pemerintah bisa terlibat tidak hanya soal kebijakan fiskal, tapi juga dapat mengajak diskusi pihak perbankan untuk pembiayaan di bidang musik, hingga jangka jauhnya adalah menyediakan BLU di bidang musik,” ujarnya.
Sesi panel ketiga dilanjutkan dengan paparan dari Andro Rohmana, selaku perwakilan dari Backstagers Indonesia. Andro sampaikan bahwa saat ini industri event di Indonesia masih menghadapi serangkaian tantangan yang harus disikapi bersama.
“Saatnya kita bergerak bersama. Mari ubah cara pandang kita bahwa event bukanlah biaya, tapi instrumen investasi yang bisa menggerakkan ekonomi,” ujarnya.
Yonathan Nugroho dari Asosiasi Industri Rekaman Indonesia (ASIRI) sampaikan bahwa dengan jumlah pengguna internet terbesar keempat di dunia, Indonesia memiliki potensi besar dalam pertumbuhan musik digital dengan 70% konsumsi musik digital di Indonesia berasal dari katalog lokal, yang menandakan bergesernya tren dari dominasi musik asing menuju apresiasi terhadap karya anak bangsa.
“Dulu musik asing masih begitu kuat di platform digital, tapi kini trennya bergeser. Artis-artis Indonesia terus mencetak prestasi dan menunjukkan kualitas produksi yang setara dengan tingkat Asia Tenggara, bahkan internasional,” tutup Yonathan.
Diskusi panel ketiga dalam rangka KMI 2025 yang dihadiri para musikus, perwakilan asosiasi musik, dan pegiat musik dari berbagai daerah ini menghasilkan tujuh rekomendasi, yaitu memperkuat pengakuan hak perlindungan tenaga kerja serta jaminan pelaku industri musik, pembangunan gedung pertunjukkan yang representatif di daerah, perlunya dukungan pemerintah untuk melakukan riset industri event dan menghasilkan data kredibel, asosiasi mendukung produk event yang terstandar, penyederhanaan pajak royalti, pembebasan PPN, dan kebijakan pajak PPH 21 untuk pekerja berpenghasilan di bawah 10 juta, penerapan PP Nomor 24 Tahun 2022 secara efektif melalui lembaga penilai dan kerja sama lembaga keuangan, dan pemberian insentif fiskal untuk investasi IP.
Sebagai forum perdana yang hadir menjelang satu tahun Kementerian Kebudayaan, KMI 2025 yang berlangsung hingga 11 Oktober 2025 ini menjadi wadah kolaborasi antara pemerintah, pelaku industri, dan komunitas kreatif untuk memajukan ekosistem musik Indonesia. Melalui berbagai sesi, konferensi ini menegaskan tekad bersama untuk menumbuhkan ekosistem musik yang inklusif, berdaya saing, dan berakar pada identitas budaya Indonesia.
Kementerian Kebudayaan terus berkomitmen untuk memperkuat kerja sama lintas sektor, mulai dari komunitas, industri, hingga pemerintah daerah agar ekosistem musik di Indonesia tumbuh sehat dan inklusif. Di tengah perubahan zaman dan arus digitalisasi, musik Indonesia diharapkan tidak hanya menjadi ekspresi budaya, tetapi juga kekuatan ekonomi baru yang menggerakkan masa depan bangsa.