Jabaran.id – Rencana Gubernur Jawa Barat Dede Mulyadi untuk mengaktifkan kembali seluruh jaringan kereta api yang terbengkalai di provinsi tersebut mendapat tanggapan dari pakar transportasi. Djoko Setijowarno, Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, menyatakan bahwa gagasan ini bukanlah hal baru, melainkan melanjutkan upaya yang pernah diusulkan oleh Gubernur sebelumnya, Ridwan Kamil.
Namun, menurut Djoko, salah satu kendala utama yang menghambat realisasi rencana ini adalah keterbatasan anggaran.
“Karena tidak ada dukungan anggaran yang cukup, hanya satu lintas yang berhasil dibangun, yaitu Cibatu–Garut sepanjang 19,3 km dengan pembiayaan dari PT Kereta Api Indonesia (KAI),” jelasnya.
Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Perkeretaapian, terdapat setidaknya 14 jalur kereta api nonaktif di Jawa Barat yang masih terbengkalai. Beberapa di antaranya termasuk:
– Banjar–Cijulang (83 km)
– Cikudapateh–Ciwidey (27 km)
– Dayeuhkolot–Majalaya (18 km)
– Rancaekek–Jatinangor–Tanjungsari (12 km)
– Cirebon–Jamblang–Jatiwangi–Kadipaten (67 km)
– Mundu–Ciledug–Losari (40 km)
– Cibatu–Garut–Cikajang (47 km), *sebagian sudah direaktivasi pada 2022
– Jatibarang–Indramayu (19 km)
– Cikampek–Cilamaya (28 km)
– Cikampek–Wadas (16 km)
– Kerawang–Lamaran–Rengasdengklok (21 km)
– Lamaran–Wadas (15 km)
– Tasikmalaya–Singaparna (17 km)
Djoko menekankan bahwa meskipun beberapa jalur memiliki potensi strategis untuk menghubungkan wilayah-wilayah terpencil dan mendukung perekonomian, minimnya alokasi dana menjadi penghalang utama.
“Jalur Cibatu–Garut adalah contoh nyata bahwa reaktivasi bisa dilakukan jika ada komitmen pendanaan. Namun, untuk mengaktifkan seluruh jaringan, dibutuhkan sinergi antara pemerintah pusat, daerah, dan BUMN seperti KAI,” ujarnya.
Revitalisasi jaringan kereta api di Jawa Barat bukan hanya persoalan teknis, melainkan juga terkait dengan kebijakan transportasi nasional. Beberapa tantangan yang dihadapi meliputi, keterbatasan Anggaran, proyek perkeretaapian membutuhkan investasi besar, mulai dari pemeliharaan rel, pembangunan stasiun, hingga penyediaan armada. Lalu koordinasi Antar-Lembaga perlu kolaborasi antara Kementerian Perhubungan, Pemprov Jawa Barat, dan KAI untuk memastikan keberlanjutan proyek. Terakhir, analisis kelayakan, tidak semua jalur yang nonaktif memiliki nilai ekonomis tinggi, sehingga perlu kajian mendalam untuk menentukan prioritas.
Di sisi lain, reaktivasi jalur kereta api dapat memberikan dampak positif, seperti, meningkatkan konektivitas antarkota dan desa, mengurangi beban jalan raya dan kemacetan, dan mendorong pertumbuhan ekonomi lokal melalui akses transportasi yang lebih baik.
Djoko berharap agar rencana Gubernur Dede Mulyadi tidak berhenti sekadar wacana. “Jika ada political will yang kuat dan dukungan pendanaan memadai, Jawa Barat bisa menjadi contoh dalam revitalisasi transportasi kereta api. Ini bukan hanya tentang mobilitas, tapi juga pemerataan pembangunan,” tegasnya. (*)