Jabaran.id – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi memberikan penjelasan resmi menanggapi laporan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengenai dugaan praktik intimidasi dalam pelaksanaan program barak militer untuk pelajar di wilayahnya. Pernyataan ini disampaikan menyusul temuan KPAI yang mengindikasikan adanya pelanggaran dalam implementasi program tersebut di beberapa sekolah.
Dedi Mulyadi secara tegas membantah adanya ancaman terhadap siswa yang menolak mengikuti program barak militer, khususnya tuduhan bahwa siswa akan tidak naik kelas jika menolak berpartisipasi.
“Saya tidak pernah menyatakan hal seperti itu, baik melalui media sosial maupun dalam forum publik manapun,” tegas Gubernur dalam konferensi pers yang digelar di Gedung Sate, Bandung.
Menurut Gubernur, laporan KPAI tersebut tidak didukung oleh bukti yang cukup. Ia mengaku tidak memahami dasar dari pernyataan lembaga perlindungan anak itu dan memilih untuk tidak melanjutkan polemik yang terjadi.
“Sebaiknya pertanyaan tersebut diajukan langsung ke KPAI. Saya tidak akan menanggapi sesuatu yang tidak saya pahami maksudnya,” tambah Dedi.
Di sisi lain, Gubernur memaparkan berbagai dampak positif yang telah terlihat sejak program barak militer ini diimplementasikan. Data yang dihimpun Pemprov Jawa Barat menunjukkan penurunan signifikan dalam kasus tawuran pelajar di beberapa wilayah. Perubahan perilaku positif juga terlihat pada peserta program, termasuk kebiasaan berjalan kaki ke sekolah yang mulai meningkat di kalangan pelajar.
“Kami mencatat perkembangan positif dimana anak-anak mulai bersekolah dengan lebih tertib, angka tawuran menurun drastis, dan muncul kesadaran baru di kalangan pelajar. Ini membuktikan bahwa kebijakan ini efektif ketika dijalankan secara terpadu dan sinergis,” jelas Dedi sambil menunjukkan data statistik terbaru dari Dinas Pendidikan Provinsi.
Sebelumnya, KPAI melaporkan temuan adanya indikasi pelanggaran dalam pelaksanaan program di Purwakarta. Laporan tersebut menyebutkan beberapa siswa dikirim ke barak militer tanpa penjelasan yang memadai tentang alasan pemilihan mereka. Selain itu, terungkap fakta bahwa tiga SMP di daerah tersebut tidak memiliki guru Bimbingan Konseling (BK), padahal seharusnya program ini hanya untuk pelajar dengan kasus pelanggaran tertentu seperti keterlibatan dalam tawuran atau kebiasaan merokok.
Menanggapi temuan ini, Dinas Pendidikan Jawa Barat menyatakan sedang melakukan verifikasi lapangan untuk memastikan implementasi program sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.
“Kami akan mengevaluasi semua laporan dan memastikan program ini berjalan sesuai koridor yang benar,” kata Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat.
Program barak militer untuk pelajar di Jawa Barat sendiri merupakan inisiatif Pemprov untuk menangani masalah disiplin dan kenakalan remaja. Program ini dirancang sebagai bentuk pembinaan karakter bagi pelajar yang terlibat dalam pelanggaran tertentu, dengan durasi pelatihan yang bervariasi tergantung tingkat pelanggaran.
Sementara itu, KPAI dalam pernyataan tertulisnya menegaskan bahwa laporan mereka berdasarkan hasil pemantauan langsung di lapangan. Lembaga ini mendesak adanya evaluasi menyeluruh terhadap program tersebut untuk memastikan tidak terjadi pelanggaran hak anak dalam pelaksanaannya.
Polemik ini terjadi di tengah rencana Pemprov Jawa Barat untuk memperluas cakupan program barak militer pelajar ke lebih banyak sekolah pada tahun ajaran mendatang. Pemprov berjanji akan memperhatikan semua masukan dari berbagai pihak untuk penyempurnaan program ini ke depan. (*)