Jabaran.id – Sebuah penelitian yang dilakukan ilmuwan Jepang mengungkap fakta mengejutkan bahwa tubuh manusia sebenarnya memancarkan cahaya. Temuan ini dipublikasikan dalam jurnal ilmiah setelah serangkaian eksperimen yang dilakukan oleh tim peneliti dari Institut Teknologi Tohoku dan Universitas Kyoto pada tahun 2009.
Penelitian ini dipimpin oleh Masaki Kobayashi dari Institut Teknologi Tohoku bersama Daisuke Kikuchi dan Hitoshi Okamura dari Universitas Kyoto. Mereka menggunakan teknologi kamera mutakhir yang didinginkan secara kriogenik untuk menangkap fenomena biologis yang tidak terlihat oleh mata telanjang. Lima pria berusia 20-an tahun menjadi subjek dalam penelitian ini, dengan pengambilan gambar dilakukan dalam ruangan gelap total selama 20 menit setiap tiga jam, mulai pukul 10.00 hingga 22.00 waktu setempat.
Dengan menggunakan kamera Cryogenic Charge-coupled Device (CCD), tim peneliti berhasil mendeteksi pancaran cahaya yang sangat lemah dari tubuh manusia. Cahaya ini, yang disebut sebagai emisi foton ultralemah (ultraweak photon emission/UPE), memiliki intensitas 1.000 kali lebih rendah dari batas sensitivitas mata manusia. Artinya, meskipun tubuh kita sebenarnya bercahaya, kita tidak dapat melihatnya tanpa bantuan alat khusus.
Menurut hasil penelitian, cahaya ini dihasilkan sebagai bagian dari proses metabolisme sel, di mana energi kimia dalam tubuh sebagian diubah menjadi energi cahaya. Yang menarik, intensitas cahaya ini ternyata berfluktuasi sepanjang hari. Pengukuran menunjukkan bahwa pancaran cahaya paling kuat terjadi pada sore hari dan mengalami penurunan di malam hari, menunjukkan adanya ritme sirkadian dalam emisi foton tubuh manusia.
Salah satu temuan paling mengejutkan dari penelitian ini adalah bahwa cahaya yang dipancarkan tubuh manusia berbeda dengan panas yang biasa terdeteksi melalui pencitraan termal. Selama ini, banyak yang mengira bahwa cahaya dari tubuh hanya berkaitan dengan suhu, tetapi penelitian ini membuktikan bahwa emisi foton ultralemah merupakan fenomena terpisah yang tidak terkait langsung dengan panas tubuh.
Meskipun temuan ini membuka wawasan baru tentang fisiologi manusia, sayangnya cahaya ini terlalu lemah untuk dilihat tanpa peralatan khusus. Namun, penelitian semacam ini memberikan dasar bagi pengembangan teknologi medis di masa depan, seperti metode diagnostik baru yang dapat memantau kesehatan melalui analisis emisi foton dari sel-sel tubuh.
Penemuan ini juga memicu pertanyaan baru bagi para ilmuwan: Apakah fluktuasi cahaya ini berkaitan dengan kondisi kesehatan tertentu? Bisakah suatu hari nanti kita mengukur tingkat stres atau kelelahan seseorang hanya dengan menganalisis cahaya yang dipancarkan tubuhnya? Meskipun masih perlu penelitian lebih lanjut, temuan tim ilmuwan Jepang ini telah memberikan perspektif baru yang menarik tentang cara kerja tubuh manusia. (*)