Jabaran.id – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan salah satu faktor utama yang menyebabkan tergerusnya pendapatan masyarakat adalah aktivitas judi online. Fenomena ini, menurutnya, tidak hanya mengikis daya beli masyarakat tetapi juga mengancam stabilitas ekonomi nasional yang sangat bergantung pada konsumsi rumah tangga.
Dalam sebuah pernyataan, Sri Mulyani menekankan pentingnya kewaspadaan terhadap tren ini, terutama karena konsumsi rumah tangga menyumbang lebih dari setengah Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.
“Saya tidak memungkiri ada indikasi-indikasi yang kita harus waspadai. Makanya, saya sampaikan kita tetap waspada. Belum lagi faktor munculnya judi online yang mungkin menyedot daya beli masyarakat untuk aktivitas yang tidak menimbulkan konsumsi, melainkan hanya hilang di sana,” ujar Sri Mulyani dalam sebuah kesempatan baru-baru ini.
Data menunjukkan bahwa konsumsi rumah tangga, yang berkontribusi sebesar 53,08% terhadap PDB, hanya mampu tumbuh 4,91% pada kuartal III-2024. Angka ini lebih rendah dibandingkan pertumbuhan 4,93% pada kuartal II-2024. Perlambatan ini turut memengaruhi laju pertumbuhan ekonomi nasional, yang hanya mencapai 4,95% pada kuartal III-2024, lebih rendah dibandingkan kuartal sebelumnya (5,11%) maupun kuartal I-2024 (5,05%).
Penurunan ini menjadi perhatian serius, mengingat konsumsi rumah tangga adalah motor utama pertumbuhan ekonomi. Jika daya beli masyarakat terus tergerus oleh aktivitas seperti judi online, dampaknya bisa menjadi lebih luas dan merugikan.
Direktur Ekonomi Digital dari Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, menjelaskan bahwa masyarakat yang terlibat dalam judi online umumnya dipicu oleh tekanan ekonomi. Keterbatasan pendapatan dan kebutuhan hidup yang terus meningkat menjadi alasan utama mereka mencari pemasukan tambahan melalui cara ini.
“Motif mereka bermain judi online adalah pendapatan mereka terbatas, berkurang, jikapun meningkat, peningkatannya sangat rendah. Sementara itu, kebutuhan hidup tetap tinggi, bahkan meningkat. Mereka akhirnya mencari pendanaan tambahan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka,” tegas Nailul Huda.
Namun, ia juga menyoroti bahwa alih-alih membantu, judi online justru membawa dampak negatif yang lebih besar bagi masyarakat. Selain berpotensi menyebabkan kerugian finansial yang signifikan, aktivitas ini juga menyerap daya beli masyarakat untuk kebutuhan produktif.
Laporan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan bahwa nilai transaksi judi online di Indonesia terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Pada semester I-2024 saja, transaksi judi online mencapai Rp100 triliun. Angka ini meningkat drastis menjadi Rp174,5 triliun pada periode Januari-Juli 2024, dengan total 117 juta transaksi.
Peningkatan transaksi paling signifikan terjadi antara tahun 2020 dan 2021, di mana nilai transaksi melonjak dari Rp15,7 triliun menjadi Rp57,9 triliun, atau naik sebesar 267%. Lonjakan serupa juga terlihat antara tahun 2022 dan 2023, dengan peningkatan sebesar 213%, dari Rp104,4 triliun menjadi Rp327 triliun.
Akumulasi perputaran uang terkait judi online selama tahun 2023 mencapai 63% dari total perputaran uang yang tercatat oleh PPATK sejak tahun 2017 hingga 2023, yang jumlahnya mencapai Rp517 triliun.
Aktivitas judi online tidak hanya berdampak pada daya beli masyarakat tetapi juga mengancam stabilitas ekonomi secara keseluruhan. Perputaran uang yang besar dalam aktivitas ini hanya menghasilkan kerugian bersih tanpa kontribusi nyata terhadap konsumsi atau investasi.
Sri Mulyani menegaskan perlunya upaya serius untuk mengatasi fenomena ini, baik melalui regulasi maupun edukasi masyarakat.
“Kita harus terus waspada dan bekerja sama untuk mengurangi dampak buruk dari aktivitas ini, baik secara ekonomi maupun sosial,” tambahnya. (*)Judi Online Mulai Bikin Sri Mulyani dan Pakar Angkat Bicara
Jabaran.id – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan salah satu faktor utama yang menyebabkan tergerusnya pendapatan masyarakat adalah aktivitas judi online. Fenomena ini, menurutnya, tidak hanya mengikis daya beli masyarakat tetapi juga mengancam stabilitas ekonomi nasional yang sangat bergantung pada konsumsi rumah tangga.
Dalam sebuah pernyataan, Sri Mulyani menekankan pentingnya kewaspadaan terhadap tren ini, terutama karena konsumsi rumah tangga menyumbang lebih dari setengah Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.
“Saya tidak memungkiri ada indikasi-indikasi yang kita harus waspadai. Makanya, saya sampaikan kita tetap waspada. Belum lagi faktor munculnya judi online yang mungkin menyedot daya beli masyarakat untuk aktivitas yang tidak menimbulkan konsumsi, melainkan hanya hilang di sana,” ujar Sri Mulyani dalam sebuah kesempatan baru-baru ini.
Data menunjukkan bahwa konsumsi rumah tangga, yang berkontribusi sebesar 53,08% terhadap PDB, hanya mampu tumbuh 4,91% pada kuartal III-2024. Angka ini lebih rendah dibandingkan pertumbuhan 4,93% pada kuartal II-2024. Perlambatan ini turut memengaruhi laju pertumbuhan ekonomi nasional, yang hanya mencapai 4,95% pada kuartal III-2024, lebih rendah dibandingkan kuartal sebelumnya (5,11%) maupun kuartal I-2024 (5,05%).
Penurunan ini menjadi perhatian serius, mengingat konsumsi rumah tangga adalah motor utama pertumbuhan ekonomi. Jika daya beli masyarakat terus tergerus oleh aktivitas seperti judi online, dampaknya bisa menjadi lebih luas dan merugikan.
Direktur Ekonomi Digital dari Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, menjelaskan bahwa masyarakat yang terlibat dalam judi online umumnya dipicu oleh tekanan ekonomi. Keterbatasan pendapatan dan kebutuhan hidup yang terus meningkat menjadi alasan utama mereka mencari pemasukan tambahan melalui cara ini.
“Motif mereka bermain judi online adalah pendapatan mereka terbatas, berkurang, jikapun meningkat, peningkatannya sangat rendah. Sementara itu, kebutuhan hidup tetap tinggi, bahkan meningkat. Mereka akhirnya mencari pendanaan tambahan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka,” tegas Nailul Huda.
Namun, ia juga menyoroti bahwa alih-alih membantu, judi online justru membawa dampak negatif yang lebih besar bagi masyarakat. Selain berpotensi menyebabkan kerugian finansial yang signifikan, aktivitas ini juga menyerap daya beli masyarakat untuk kebutuhan produktif.
Laporan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan bahwa nilai transaksi judi online di Indonesia terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Pada semester I-2024 saja, transaksi judi online mencapai Rp100 triliun. Angka ini meningkat drastis menjadi Rp174,5 triliun pada periode Januari-Juli 2024, dengan total 117 juta transaksi.
Peningkatan transaksi paling signifikan terjadi antara tahun 2020 dan 2021, di mana nilai transaksi melonjak dari Rp15,7 triliun menjadi Rp57,9 triliun, atau naik sebesar 267%. Lonjakan serupa juga terlihat antara tahun 2022 dan 2023, dengan peningkatan sebesar 213%, dari Rp104,4 triliun menjadi Rp327 triliun.
Akumulasi perputaran uang terkait judi online selama tahun 2023 mencapai 63% dari total perputaran uang yang tercatat oleh PPATK sejak tahun 2017 hingga 2023, yang jumlahnya mencapai Rp517 triliun.
Aktivitas judi online tidak hanya berdampak pada daya beli masyarakat tetapi juga mengancam stabilitas ekonomi secara keseluruhan. Perputaran uang yang besar dalam aktivitas ini hanya menghasilkan kerugian bersih tanpa kontribusi nyata terhadap konsumsi atau investasi.
Sri Mulyani menegaskan perlunya upaya serius untuk mengatasi fenomena ini, baik melalui regulasi maupun edukasi masyarakat.
“Kita harus terus waspada dan bekerja sama untuk mengurangi dampak buruk dari aktivitas ini, baik secara ekonomi maupun sosial,” tambahnya. (*)