Jabaran.id – PT Tjitajam yang mengklaim kepemilikan lahan di areal rencana pembangunan stadion bertaraf internasional di Tanah Merah Cipayung, Kota Depok melakukan perlawanan. Kamis, 31 Juli 2025, mereka mengikuti persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Depok, dengan agenda pemeriksaan saksi terkait.
PT Tjitajam yang mengklaim pemilik lahan seluas 53,8 hektare itu, dengan bukti hak berupa Sertipikat Hak Guna Bangunan (SHGB) No. 257/Cipayung Jaya, yang diperkuat dengan 10 putusan berkekuatan hukum tetap yang mengabulkan pokok perkara serta sudah dieksekusi oleh pengadilan.
“Pada agenda sidang tadi kami selaku tergugat 2 menghadirkan Antonius Edwin, sebagai Direktur PT Surya Megah Cakrawala. Di mana PT Surya Megah Cakrawala ini adalah pemegang saham mayoritas 90 persen di PT Tjitajam,” ungkap Kuasa Hukum PT Tjitajam, Reynold Thonak usai persidangan.
Reynold menyayangkan, bahwa hakim menilai ada konflik kepentingan ketika saksi tersebut dihadirkan. Sehingga, saksi yang dihadirkan dinilai tidak dapat memberikan keterangan sebagai saksi.
“Namun kami tidak ingin berdebat lebih jauh soal itu karena itu wewenang hakim. Kami hanya ingin menjelaskan bahwa kami ini telah memenangkan 10 putusan inkrah (Berkekuatan hukum tetap), yang mengabulkan pokok perkara terhadap lahan tersebut dan sudah dieksekusi,” kata Reynold.
Pada dasarnya, sambung Reynold, saksi yang dihadirkan pihaknya itu menjelaskan Tanah Merah itu merupakan aset dari PT Tjitajam, bukan Satgas BLBI sebagaimana yang disampaikan oleh Walikota Depok. Karena menurutnya, Satgas BLBI tidak memiliki hak apapun terhadap lahan tersebut.
“Karena kami memiliki SHGB Nomor 257/Cipayung Jaya, yang sudah terbit sejak 25 Agustus 1999. Sertipikat itu bersih. Artinya tidak ada hak tanggungan apapun, kecuali catatan sita jaminan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Timur sejak tahun 1999. Nah, dengan bukti ini kenapa Satgas BLBI mau mengakui tanah orang lain lalu diamankan atau dikuasai? Ini sangat berbahaya,” kata Reynold.
Satgas BLBI mengakui lahan di Tanah Merah itu pada 2023, kata Reynold, dengan dasar perjanjian di bawah tangan yang dikondisikan oleh oknum-oknum tertentu. Oleh karena itu, pihaknya mempertanyakan apa status Satgas BLBI terhadap lahan tersebut.
“Itu hanya perjanjian di bawah tangan. Logikanya, kalau ada sita jaminan dari pengadilan, lalu Satgas BLBI itu statusnya apa terhadap objek ini? Pemkot Depok juga seharusnya lebih bijak melihat masalah ini. Jangan hanya semangat membangun tapi mengorbankan hak orang lain,” ujar Reynold
Pada kasus ini, Reunold menilai, Pemkot Depok terkesan mengabaikan putusan pengadilan. Apalagi Pemkot Depok dan ATR/BPN Kota Depok adalah pihak yang dikalahkan dalam perkara yang dimenangkan oleh Pt Tjitajam di Pengadilan Negeri Cibinong, dan Putusannya sudah inkrah sampai Mahkamah Agung (MA), lalu dieksekusi pada 15 September 2021.
Fakta lainnya, ungkap Reynlod, Satgas BLBI sudah tidak diperpanjang lagi masa baktinya. Hal itu sudah ia pertanyakan kepada hakim, karena surat kuasa itu diterima pada Agustus 2024, sedangkan pada Desember 2024 sudah tidak diperpanjang lagi oleh Presiden Prabowo.
“Katanya Pak Prabowo mau menegakkan hukum? Masalah PT Tjitajam ini dibereskan saja dulu deh, jika benar mau memberantas mafia-mafia tanah di negara ini. Di sini, pemerintah sendiri saja tidak bisa hadir untuk menegakan hukum untuk keadilan kok,” geramnya.
Pasalnya, perkara lahan di Tanah Merah itu sudah dimenangkan oleh pihaknya sejak 1999 atau 26 tahun yang lalu, beber Reynold, tetapi pada nyatanya perkara ini tak kunjung tuntas.
“Kami itu sudah 26 tahun memperebutkan hak kami. Dan sudah dimenangkan. Tetapi terus saja dikerjain oleh oknum-oknum di Dirjen AHU (Administrasi Hukum Umum) Kementerian Hukum dan HAM dan ATR/BPN. Artinya apa? Pemerintah tidak hadir dalam masalah PT Tjitajam dan tidak serius membasmi mafia tanah di negara ini. Sekarang Pemkot Depok sebagai pihak yang kalah dalam perkara malah ikut-ikutan. Dengan idenya yang luar biasa membangun stadion itu. Tetapi janganlah merampok hak orang,” tegas Reynold.
Pengadilan Negeri Depok sudah pernah melakukan konstatering (Pencocokan objek) untuk dieksekusi lahan tersebut, ungkap Reynold, bahkan sudah lengkap dengan berita acaranya. Oleh karena itu, ia juga meminta agar masalah ini diselesaikan dengan duduk bersama.
“Ayo duduk bersama dengan Pengadilan Negeri Depok untuk memperjelas status tanah ini. Kok mau bangun stadion di atas tanah orang,” ujar Reynold.
Sementara itu, pihak Satgas BLBI enggan memberikan komentar terkait permasalahan tersebut selepas jalannya persidangan. Karena menurut mereka, perkara ini masih akan berlanjut pada sidang berikutnya yang berlangsung pada Kamis, 7 Agustus 2025.
