Jabaran.id, Depok – Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu se-Jawa Barat meramu kegiatan pengawasan partisipatif dengan menggelar rapat kerja teknis (Rakernis) Proyeksi Kegiatan Pengawasan Partisipatif pada Pilkada serentak 2024 di aula lantai 2 bjb, Depok, Jumat, 14 Juni 2024.
Kordinator Divisi Pencegahan dan partisipasi masyarakat Bawaslu Jawa Barat Nuryamah menjelaskan, agenda Rakernis tersebut sebagai proyeksi untuk kegiatan internal kita terkait dengan pengawasan partisipatif.
“Karena kalau bicara Bawaslu jargonnya, bersama rakyat awasi pemilu, bersama Bawaslu tegakkan keadilan pemilu,” kata Nuryamah.
Jadi, lanjut Nuryamah, konteksnya mengajak masyarakat untuk menjadi pengawas partisipatif, hal ini sesuai dengan surat Bawaslu RI Nomor 204 untuk program kegiatan terkait pengawasan partisipatif.
“Yang pertama tentang pojok pengawasan, kampung partisipatif, forum warga, MoU dengan kampus atau stakeholder kelembagaan lain yang memang dibutuhkan untuk kerjasama, kemudian, ada Jarimu Awasi Pemilu yang dalam konteks forum digital,” papat Nuryamah.
Semua itu dibahas hari ini dan output-nya harus masuk pada label masyarakat atau kader pengawasan partipatif tersebut.
“Output-nya ada empat, yakni label terlatih, terbentuk, bergerak dan lain sebagainya,” terang Nuryamah.
Nuryamah bersyukur karena tingkat partisipasi masyarakat dalam upaya mencegah atau ikut mengawasi pemilu hingga pilkada mengalami peningkatan.
“Kalau kita bandingkan di data Pemilu 2024 kemarin, itu tingkat partisipasinya 70 persen, sedangkan beberapa tahun sebelumnya hanya 30 persen,” ujarnya.
“Ya semoga Pilkada 2024 ini tingkat partisipasi masyarakat dalam membantu mengawasi pemilu bisa meningkat juga,” imbuhnya.
Terkait hal tersebut, kata Nuryamah, Bawaslu di tingkat kabupaten dan kota se-Jawa Barat akan semakin gencar melakukan sosialisasi untuk mencegah adanya pelanggaran ini.
Nuryamah juga mengatakan Bawaslu telah mengantongi sejumlah peta kerawanan terkait pelanggaran pilkada di sejumlah daerah, salah satunya Kota Depok.
Beberapa point yang jadi sorotan Bawaslu yakni soal netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN), kemudian politik uang, dan isu SARA.
“Kenapa ini menjadi tinggi, karena kan head to headnya dan pilkada ini kan dirasakan langsung oleh warga daerah. Nah kita lagi dalam rangkaian menyusun kerawanan-kerawanan itu,” kata Nuryamah.