Jabaran.id – Dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah yang menyeret nama suaminya, Harvey Moeis, selebriti Sandra Dewi memberikan kesaksian terkait 88 tas mewah miliknya yang disita oleh pihak berwenang. Sandra mengungkapkan bahwa tas-tas tersebut bukan hasil pemberian suaminya, melainkan diperolehnya melalui aktivitas endorsement sebagai artis terkenal.
Sandra Dewi, yang bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Kamis, menjelaskan bahwa ia telah menjalankan bisnis endorsement sejak tahun 2012. Dalam bisnis tersebut, ia mempromosikan berbagai produk, termasuk tas-tas mewah, sebagai imbalan dari kerja sama dengan berbagai toko tas bermerek di Indonesia.
“Suami saya tidak pernah membelikan saya tas-tas mewah, karena dia tahu bahwa saya sudah bisa mendapatkan tas-tas tersebut dari hasil endorsement,” ungkap Sandra di hadapan majelis hakim.
Menurut dakwaan yang dibacakan dalam persidangan, Harvey Moeis diduga terlibat dalam tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang berasal dari kasus korupsi pengelolaan tata niaga timah. Sebagian dari dana hasil korupsi diduga dialirkan ke rekening Sandra Dewi untuk keperluan pribadi, termasuk pembelian 88 tas mewah tersebut. Namun, Sandra membantah bahwa tas-tas tersebut dibeli oleh suaminya menggunakan dana korupsi, dan menegaskan bahwa semua tas itu merupakan hasil dari kerja sama promosi atau endorsement.
Sandra Dewi lebih lanjut menjelaskan bahwa ia mulai bekerja sama dengan toko-toko tas mewah pada tahun 2014. Saat itu, lebih dari 23 toko tas di Indonesia sepakat bekerja sama dengannya dalam mempromosikan produk mereka. Bentuk kerja sama ini termasuk Sandra mempromosikan tas-tas tersebut di berbagai platform sebagai bagian dari imbalan yang diterimanya, baik dalam bentuk produk tas maupun sejumlah uang.
“Ini sudah saya jalani selama 10 tahun, dan dalam periode tersebut saya mendapatkan lebih dari 88 tas dari hasil endorsement,” ujar Sandra.
Selain menerima tas mewah sebagai imbalan, Sandra mengakui bahwa beberapa di antaranya dijual karena ia tidak menggunakan semua tas tersebut. “Ada ratusan tas sebenarnya, tapi sisanya tidak saya pakai dan beberapa sudah dijual,” tambahnya.
Kasus dugaan korupsi yang melibatkan Harvey Moeis berkaitan dengan pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah IUP PT Timah Tbk pada periode 2015 hingga 2022. Harvey disebut-sebut sebagai perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT) dalam kasus tersebut, bersama dengan beberapa terdakwa lainnya, termasuk Suparta, Direktur Utama PT RBT, dan Reza Andriansyah, Direktur Pengembangan Usaha PT RBT.
Dalam dakwaan, Harvey Moeis diduga menerima uang sebesar Rp420 miliar bersama Helena Lim, Manajer PT Quantum Skyline Exchange (QSE), dari transaksi yang melibatkan komoditas timah tersebut. Sementara itu, Suparta diduga menerima aliran dana sebesar Rp4,57 triliun dari pengelolaan timah yang merugikan keuangan negara hingga mencapai Rp300 triliun.
Keduanya juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan cara mengalihkan dana yang diterima dari kegiatan ilegal tersebut. Jika terbukti bersalah, Harvey dan Suparta terancam hukuman yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Mereka juga dihadapkan pada ketentuan dalam Pasal 3 atau Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Sementara itu, Reza Andriansyah, salah satu terdakwa lainnya, meskipun tidak secara langsung menerima aliran dana dari kasus korupsi tersebut, tetap didakwa karena perannya yang mengetahui dan menyetujui tindakan ilegal yang dilakukan oleh Harvey dan Suparta. Reza dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kasus dugaan korupsi ini menarik perhatian publik karena melibatkan nama-nama besar, termasuk selebriti seperti Sandra Dewi, serta sejumlah perusahaan besar yang terlibat dalam industri timah. Dengan nilai kerugian negara yang mencapai Rp300 triliun, kasus ini menjadi salah satu skandal korupsi terbesar di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Selain ancaman hukuman bagi para terdakwa, kasus ini juga diharapkan memberikan pelajaran penting bagi perusahaan dan masyarakat mengenai pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam tata kelola bisnis, khususnya di sektor komoditas yang strategis.
Sandra Dewi sendiri terus menegaskan bahwa keterlibatannya dalam kasus ini terbatas pada kegiatan promosi yang sah dan sesuai dengan kontrak yang dimilikinya dengan berbagai toko tas mewah. Ia berharap bahwa pengadilan dapat menilai fakta dengan seadil-adilnya dan membebaskan dirinya dari segala tuduhan yang tidak berdasar.
Sidang kasus dugaan korupsi ini masih akan berlanjut dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi lainnya dalam beberapa minggu mendatang. (*)