Jabaran.id – Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, menjelaskan bahwa Presiden Prabowo Subianto diizinkan mengikuti kegiatan kampanye politik, terutama yang terkait dengan pemilihan kepala daerah (Pilkada). Namun, izin ini diberikan dengan syarat tegas, yakni tidak menggunakan fasilitas negara dalam pelaksanaan kampanye tersebut. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang berlaku bagi pejabat negara yang terlibat dalam aktivitas politik selama masa kampanye.
“Kebijakan ini tidak hanya berlaku untuk Presiden, tetapi juga mencakup para menteri yang bertugas. Mereka diperbolehkan terlibat dalam kampanye dengan syarat yang sama, yaitu tidak memanfaatkan fasilitas yang disediakan oleh negara,” kata Hasan Nasbi dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu (tanggal).
Hasan menegaskan bahwa Presiden dan para menteri diperbolehkan terlibat dalam kegiatan kampanye selama mereka tidak menyalahgunakan fasilitas jabatan mereka. Selain itu, jika kampanye dilakukan pada hari kerja, pejabat tersebut diwajibkan mengajukan cuti terlebih dahulu.
“Presiden dan para pejabat negara boleh ikut dalam kampanye, dengan ketentuan tidak menyalahgunakan fasilitas jabatan untuk berkampanye, serta tidak melakukannya di hari kerja tanpa mengajukan cuti,” jelas Hasan.
Ketentuan ini menjadi penting mengingat posisi Presiden Prabowo yang saat ini juga menjabat sebagai Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra). Dalam kapasitasnya sebagai ketua umum partai politik, Prabowo tentunya masih berhubungan erat dengan aktivitas politik, termasuk memberikan dukungan kepada calon-calon kepala daerah yang diusung oleh partainya.
Menurut Hasan, peran Prabowo sebagai ketua umum partai politik menjadikan posisinya jelas dalam mendukung para calon kepala daerah yang diusung oleh Partai Gerindra. Dukungan ini merupakan bagian dari peran politik yang diembannya, meskipun saat ini juga menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia.
“Calon-calon yang direkomendasikan oleh Partai Pak Prabowo tentu adalah calon yang juga mendapatkan dukungan dari beliau,” tambah Hasan.
Tak hanya Presiden, menteri-menteri yang berasal dari partai politik juga memiliki kebebasan untuk berkampanye. Hal ini berlaku terutama bagi menteri yang partainya mengusung calon kepala daerah di Pilkada. Menteri yang berasal dari partai politik dapat secara terbuka memberikan dukungan atau endorsement kepada calon-calon yang diusung oleh partainya.
Namun, ada aturan khusus yang membatasi netralitas bagi aparatur sipil negara (ASN), anggota Polri, serta TNI. Hasan menekankan bahwa netralitas dalam konteks kampanye dan pemilihan umum ini berlaku secara ketat untuk ASN, Polri, dan TNI. Mereka tidak diperbolehkan terlibat dalam kampanye politik dan diwajibkan untuk menjaga netralitas mereka selama proses politik berlangsung.
“Aturan netralitas itu ditujukan khusus bagi TNI/Polri dan para ASN. Sementara menteri-menteri, terutama yang berasal dari partai politik, tidak terikat oleh aturan ini dan boleh mendukung calon yang diusung partainya, bahkan boleh aktif berkampanye,” tegas Hasan.
Pilkada Serentak 2024 menjadi salah satu agenda politik terbesar di Indonesia, yang dijadwalkan berlangsung pada 27 November 2024. Saat ini, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI telah melakukan berbagai persiapan untuk menyukseskan gelaran demokrasi tersebut. Di akhir September 2024, KPU mengumumkan bahwa sebanyak 1.553 pasangan calon kepala daerah telah terdaftar untuk berpartisipasi dalam Pilkada Serentak, yang mencakup 37 provinsi, 415 kabupaten, dan 93 kota di seluruh Indonesia.
Dengan jumlah calon yang begitu besar dan area cakupan yang luas, Pilkada 2024 diharapkan menjadi momentum penting dalam menentukan arah kepemimpinan di tingkat daerah. Selain itu, partisipasi aktif para pejabat negara, termasuk Presiden dan menteri, dalam mendukung calon yang diusung partai mereka akan menambah dinamika dalam kontestasi politik ini.
Meski para pejabat negara diperbolehkan terlibat dalam kampanye, aturan yang ketat mengenai penggunaan fasilitas negara tetap harus diperhatikan. Fasilitas negara, yang meliputi kendaraan dinas, anggaran operasional, serta sumber daya manusia dari lembaga-lembaga negara, tidak boleh digunakan untuk mendukung kepentingan politik pribadi atau partai. Hal ini sejalan dengan prinsip netralitas dan akuntabilitas pejabat negara dalam menjalankan tugas mereka.
Dengan demikian, meskipun Presiden Prabowo dan para menteri diperbolehkan berkampanye, penting untuk memastikan bahwa aturan-aturan tersebut dipatuhi demi menjaga integritas proses pemilihan kepala daerah dan mencegah penyalahgunaan wewenang. (*)