Jabaran.id – Hari Ramadan pertama tiba di Gaza dengan kesan yang sama seperti hari-hari sebelumnya bagi warga Palestina, namun kali ini di tengah-tengah konflik yang melanda wilayah tersebut. Di tengah kelaparan dan penyakit, warga Gaza berjuang untuk bertahan di tengah tenda-tenda mereka, sementara ancaman serangan mematikan dari militer Israel tetap mengintai.
Menurut laporan AFP yang dirilis pada Selasa (12/3/2024), banyak warga Gaza masih berupaya mencari korban selamat dan jenazah di antara reruntuhan rumah yang hancur akibat serangan, semuanya ini terjadi di tengah suasana Ramadan.
Laporan dari PBB, yang merujuk pada data Kementerian Kesehatan di Gaza yang dikuasai Hamas, menunjukkan bahwa 25 orang telah meninggal akibat kelaparan dan dehidrasi akut. Sayangnya, mayoritas dari korban adalah anak-anak.
“Kami semakin kehabisan waktu. Jika kita tidak segera meningkatkan jumlah bantuan yang masuk ke wilayah utara, kelaparan akan segera melanda,” kata Cindy McCain, kepala Program Pangan Dunia (WFP).
PBB melaporkan kesulitan dalam mengakses wilayah utara Gaza untuk mengirimkan bantuan pangan dan kemanusiaan lainnya. Sementara itu, warga di seluruh Gaza semakin merasakan dampak kekurangan selama bulan Ramadan.
“Kami tidak tahu apa yang akan kami makan untuk berbuka puasa. Saya hanya memiliki tomat dan mentimun, dan tidak memiliki uang untuk membeli apapun,” ungkap Zaki Abu Mansour di tenda pengungsian.
Di samping itu, harga barang di pasar terus melonjak karena semakin langkanya pasokan. Sementara itu, pertempuran terus berkecamuk di seluruh wilayah Gaza, bahkan ketika Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, menyerukan ‘gencatan senjata’ selama bulan suci Ramadan, sambil menyatakan rasa kaget dan kekesalannya karena konflik terus berlanjut.
Guterres juga mendesak penghapusan ‘segala hambatan’ dalam pengiriman bantuan. Pemerintah asing saat ini mencoba mengirimkan bantuan melalui udara dan laut.
Seorang pejabat senior pemerintah Amerika Serikat (AS) mengungkapkan bahwa Siprus telah menyediakan platform di pelabuhan Larnaca untuk ‘penyaringan oleh pejabat Israel terhadap barang-barang yang akan dikirimkan ke Gaza’. Juru bicara pemerintah Siprus, Konstantinos Letymbiotis, menjelaskan bahwa ‘ini adalah sebuah inisiatif yang kompleks, yang memerlukan kehati-hatian dan perhatian agar kapal dapat berangkat dan muatannya dapat mencapai penduduk sipil di Gaza dengan aman’.
Perang di Gaza bermula setelah serangan Hamas pada tanggal 7 Oktober, yang mengakibatkan sekitar 1.160 orang tewas di Israel, sebagian besar di antaranya adalah warga sipil. Para militan juga menyandera sekitar 250 orang.
Sebagai respons, Israel kemudian melancarkan serangan besar-besaran ke Gaza. Sejak itu, 31.112 warga Palestina telah tewas akibat serangan Israel, di mana sebagian besar dari mereka adalah perempuan dan anak-anak.
Meskipun upaya pembicaraan yang melibatkan mediator AS, Qatar, dan Mesir telah berlangsung selama berminggu-minggu, upaya untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata dan pertukaran sandera menjelang Ramadan tidak membuahkan hasil. Namun, meski mengalami kesulitan yang meluas, beberapa warga Gaza tetap berusaha menciptakan suasana Ramadan dengan membuat dekorasi sederhana dan membagikan lentera tradisional di antara tenda mereka.
Di Rafah, puluhan warga Gaza melaksanakan salat Tarawih pertama di sekitar reruntuhan masjid yang baru saja terkena serangan udara Israel beberapa hari sebelumnya. (*)