Jabaran.id, Jakarta: Adanya ajakan dari pihak-pihak tertentu untuk memboikot produk-produk yang dianggap mendukung Israel membuat resah masyarakat yang mengandalkan hasil dari dagangan kelontong yang menjual berbagai macam makanan dan minuman.
Masyarakat yang berdagang itu khawatir, tindakan memboikot produk Israel itu bisa menjadi bola liar yang justru akan menimbulkan fitnah, membuat usaha para pedagang bangkrut yang akhirnya tak bisa untuk mencukupi kebutuhan keluarga termasuk dengan menyekolahkan anaknya.
Apalagi barang-barang pedagang itu jual merupakan produk-produk yang diproduksi di dalam negeri dan bukan barang impor dari Israel.
Salah satunya pedagang kelontong yang dipanggil Ucok yang sehari-harinya menjual sembako dan berbagai makanan maupun minuman termasuk air minum kemasan guna ulang di daerah Curug, Cisalak, Kota Depok, Jawa Barat.
Ucok mengatakan usaha grosir yang telah dirintisnya dengan susah payah sejak dua tahun lalu itu untuk membantu kehidupan orang tuanya dan istrinya di kampung maupun adik-adiknya yang masih sekolah.
“Kalau mengajak masyarakat memboikot dan tidak mau membeli makanan dan minuman, terutama air galon yang kami jual, bisa dipastikan saya tak akan bisa lagi mengirim uang kepada keluarga di kampung dan adik-adik kami juga tak dapat lagi ke sekolah karena tidak ada biaya. Padahal penjualan air galon Aqua termasuk dagangan saya yang paling laris dan banyak dibeli masyarakat,” kata Ucok.
“Ini kan aneh, mau menolong saudara yang jauh tapi menzalimi saudara muslim yang dekat apalagi dapat menimbulkan fitnah,” imbuh Ucok.
Sebagai umat muslim, Ucok juga tidak setuju dengan apa yang dilakukan Israel terhadap masyarakat yang ada di Palestina.
“Kita kan bisa membantu mereka dengan mendoakan atau ikut menyumbang. Tapi janganlah melakukan boikot yang justru akan merugikan umat Islam seperti saya ini yang hanya mengandalkan hidup dari hasil jualan ini,” tutur Ucok.
“Sebagai umat muslim, saya juga tidak lupa untuk menyisihkan sebagian penghasilan saya berjualan untuk saya sumbangkan untuk bersedekah bahkan kepada saudara-saudara kita di Palestina lewat lembaga resmi yang dibentuk di daerah saya ini,” tambah Ucok.
Hal yang sama juga disampaikan Sutarmi, pedagang kelontong lainnya yang berjualan di wilayah Cisalak Pasar, Kota Depok.
Ibu beranak dua yang telah ditinggal mati suaminya ini pun merasa resah mendengar adanya ajakan dari pihak-pihak tertentu untuk melakukan boikot terhadap produk-produk yang menurut Sutarmi tidak ada hubungannya dengan Israel.
Saya khawatir ini bisa berdampak terhadap barang-barang yang saya jual, baik makanan dan minuman. Kami kan tidak menjual produk dari Israel. Semua produk yang saya jual dibuatnya di Indonesia oleh karyawan Indonesia. Tapi kenapa usaha kami harus dimatikan dengan fitnah isu-isu boikot? Padahal ini adalah usaha peninggalan suami saya yg digunakan membesarkan dan menyekolahkan anak-anak saya. Kalau mau boikot, boikot lah produk-produk impor yang mahal-mahal. Jangan produk sehari-hari yang kami jual untuk menghidupi keluarga,” papar.
Selama ini, Sutarmi mengaku penjualan makanan dan minuman serta susu itu menjadi andalan di warungnya.
“Apalagi air galon isi ulang, sudah banyak yang jadi pelanggan di warung saya. Tapi, kalau dengan adanya isu boikot itu dagangan saya menjadi sepi, otomatis penghasilan saya akan merosot dan saya tidak akan bisa lagi membiayai kebutuhan anak-anak saya. Siapapun yang menyerukan boikot terhadap produk yang bukan produksi Israel seperti Aqua ini kan menimbulkan fitnah dan menzalimi pedagang kecil. Karena dari berjualan ini adalah andalan ekonomi keluarga,” jelas Sutarmi.
Lalu ada juga Parmin yang berjualan kelontong di daerah Pancoran Mas, Kota Depok pun mengeluhkan hal yang sama.
Parmin resah penghasilan warungnya dari berjualan sembako dan bahan pangan dan berbagai air minum termasuk galon kemasan isi ulang itu bisa merosot karena adanya ajakan untuk memboikot produk-produk negara lain yang berkaitan dengan perang Israel dan Palestina.
“Saya meminta janganlah kiranya ada aksi boikot-boikot seperti itu. Pedagang kayak saya kan jadi pihak yang dirugikan. Apalagi saya saat ini sedang membiayai pengobatan kedua orang tua saya yang sedang sakit. Kita sebaiknya berdoa saja agar peperangan di sana segera berakhir dan tidak ada lagi korban yang berjatuhan akibat peperangan itu,” beber Parmin.
Parmin mengaku sudah merintis usaha kelontong ini sejak empat tahun lalu. Barang-barang yang dijualnya itu seperti sembako dan berbagai makanan serta minuman termasuk air kemasan galon isi ulang.
“Jualan air kemasan galon saya termasuk ramai pembeli, sampai-sampai saya bisa kehabisan stok, apalagi saat musim panas sekarang ini. Penghasilannya juga lumayan lah. Yang penting keluarga bisa makan dan bisa membiayai orang tua untuk berobat,” ucap Parmin.
Sementara itu, Peneliti Pusat Industri Perdagangan dan Investasi Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Ahmad Heri Firdaus menerangkan jika aksi boikot itu justru akan berdampak terhadap masyarakat Indonesia sendiri.
“Boikot itu hanya akan merugikan ekonomi kita, dan membuat tenaga kerja yang bekerja di perusahaan-perusahaan yang produk-produknya diboikot banyak yang menganggur,” terang Heri.
Lebih lanjut, Heri menjelaskan bahwa ada cara lain yang bisa dilakukan untuk memprotes aksi kekerasan Israel terhadap warga Palestina selain aksi boikot yang jelas-jelas itu akan merugikan masyarakat sendiri dan ekonomi.
Misalnya itu, kata Heri, seperti dengan menyerukan agar Israel segera menghentikan aksi militernya ke Palestina.
“Karena, restoran-restoran atau perusahaan yang mereknya dari Amerika atau negara yang disebut sekutu Israel itu, bahan bakunya kan tidak langsung dikirim dari sana tapi dari sini juga. Artinya, industrinya itu kan sudah di lokalisasi semua,” beber Heri.
“Kayak ayam goreng Kentucky atau McD, dan Aqua, itu bahannya tidak didatangkan dari luar tapi dalam negeri kita. Jadi, kalau diboikot, itu sama saja dengan merugikan masyarakat kita sendiri,” tukas Heri.